IPTEK | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 18 Januari 2013

PANDANGAN SEJATI TENTANG PERADABAN DAN KEHIDUPAN MANUSIA (11): BENARKAH TERJADI BENCANA GLOBAL BANJIR BESAR?

Nenek moyang manusia yang lolos dari bencana besar pada waktu itu tersisa sedikit jumlahnya, mereka menyaksikan sendiri peristiwa pemusnahan umat manusia, yang paling mereka harapkan, peristiwa tersebut dijadikan pelajaran bagi anak cucu dan keturunannya...

Benarkah telah terjadi banjir besar global yang mematikan?

Pada 1922, arkeolog Inggris C.Leonard Woolley melakukan penggalian dan penelitian di kawasan gurun Mesopotamia yang terletak diantara Baghdad dan Teluk Persia, akhirnya ditemukan di bawah makam peninggalan bangsawan di Kota Ur, kerajaan kuno Sumeria, terdapat lapisan endapan tanah liat yang bersih setebal 2 meter lebih. Setelah dilakukan penelitian dan analisa, diketahui tanah liat yang bersih itu merupakan tanah endapan dari banjir besar.

Dari sini Woolley berpendapat, penemuan tersebut telah menjelaskan legenda kuno Mesopotamia serta catatan dalam Alkitab dan lain-lain tentang banjir besar, merupakan peristiwa sejarah yang benar-benar pernah terjadi.

Selain itu, pada akhir tahun 60-an hingga awal tahun 70-an abad ke-20, dua kapal peneliti samudera milik Amerika Serikat melakukan pengeboran dasar laut di Teluk Meksiko. Dari dasar laut, mereka mendapatkan beberapa tanah endapan yang berbentuk panjang dan halus. Usia geologis tanah tersebut 100 juta tahun lebih, dengan demikian dapat diperkirakan kadar garam air laut dan kondisi perubahan iklim bumi selama 100 juta tahun tersebut.

Ketika para ahli geologi meneliti tanah endapan itu, diluar dugaan telah ditemukan sejumlah besar Foraminifera Crustasea berada dalam lapisan tanah endapan yang diperkirakan berjarak 10 ribu tahun lalu, dan analisis menunjukkan, dalam tahun-tahun Foraminifera itu bertahan hidup, kadar garam air laut Teluk Meksiko sangat rendah, (Foraminifera merupakan sejenis plankton mikro sel tunggal, perbandingan kadar isotop oksigen dalam crustasea dapat mewakili kadar garam air laut masa hidupnya).

Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pada waktu itu terdapat sangat banyak air tawar telah masuk ke dalam Teluk Meksiko dan berperan mengencerkan air laut. Lalu dari mana datangnya air tawar tersebut? Para ilmuwan sependapat bahwa sejumlah besar air tawar yang mendadak datang tersebut niscaya adalah banjir besar prasejarah itu.

Tidak dapat disangkal, dewasa ini manusia tidak banyak menemukan jejak dan bukti banjir besar di atas daratan. Kondisi tersebut akibat dari 2 penyebab utama: pertama, dilihat dari literatur catatan sejarah, waktu berlanjutnya banjir besar tidaklah lama. Walaupun legenda berbagai etnis tidak semua sama, namun dapat dipastikan, banjir besar tersebut berlangsung sekitar satu bulan, kemudian surut total. Dari awal air meningkat hingga surut total kira-kira 120 hari. Waktu yang begitu pendek, walau bagi manusia cukup untuk satu kali pemusnahan, namun bagi geologi bumi tidak cukup untuk meninggalkan jejak yang jelas. Kedua, banjir besar sampai sekarang telah lewat ribuan tahun, dengan berlalunya waktu, telah menghapus jejak yang memang tidak jelas ini.

Itu sebabnya kita tidak dapat mengharapkan para ahli Geologi, arkeologi dan Paleontologi memberi kita setumpuk bahan-bahan pembuktian. Catatan-catatan yang tersebar di seluruh dunia serta bukti-bukti arkeologi dan geologi yang terbatas ini sudah cukup menjelaskan sebuah masalah: pada zaman purbakala manusia benar telah mengalami bencana banjir besar yang memusnahkan. Berbagai bangsa yang tersebar di seluruh dunia, begitu bencana banjir yang mematikan itu berlalu, orang-orang di penjuru dunia mendirikan kembali peradaban baru dari awal.

Tak sulit diprediksi, nenek moyang manusia yang lolos dari bencana besar pada waktu itu tersisa sedikit jumlahnya, mereka menyaksikan sendiri keadaan pemusnahan umat manusia, dengan hati sedih akan mencatat dalam lubuk hati pemandangan saat itu, yang paling mereka harapkan adalah peristiwa tersebut dijadikan pelajaran bagi anak cucu dan keturunan mereka. Jika saja telah dicatat dengan huruf formal dan disebarkan turun temurun, dipastikan hal itu jadi kenangan dan pelajaran yang sangat menyakitkan!

Sesungguhnya apa saja yang akan disampaikan oleh nenek moyang kepada kita? Merangkum yang dilukiskan oleh berbagai bangsa, kita menemukan penyebab yang sama terjadinya bencana banjir besar adalah: moral manusia telah bejat dan kehilangan sifat hakiki baik hati yang seharusnya dimiliki manusia, sehingga Langit memusnahkan manusia melalui banjir besar, hanya sedikit sekali manusia yang baik hati dapat bertahan hidup.

Mereka yang lolos dalam bencana besar tersebut, semuanya pernah langsung diberi peringatan oleh "Tuhan"-nya masingmasing bahwa akan terjadi bencana besar, seperti halnya yang terjadi pada Dewa Air bangsa Sumeria atau Yahweh dalam legenda Bahtera Nuh dan lain sebagainya, sedangkan mereka yang terselamatkan mempunyai penyebab yang sama, yaitu karena mereka pada waktu itu merupakan segelintir manusia yang masih memercayai dan bertindak menurut kehendak Tuhan.

Oleh karena itu, biarpun peradaban manusia pra sejarah begitu maju, yang diwariskan oleh mereka kepada anak-cucunya bukanlah iptek yang sangat maju, melainkan adalah legenda dan mitos, serta pelajaran tentang moralitas!

Sesungguhnya tidak sulit untuk dibayangkan: melalui pelajaran yang pahit, menusia mengetahui dengan jelas, peradaban materi lebih maju lagi sampai taraf apapun juga, tidak bakal mampu mengatasi bencana alam yang diturunkan Langit. Maka bangsa-bangsa yang bertahan hidup hingga sekarang, yang paling ingin diberitahu oleh leluhur mereka kepada generasi penerusnya adalah pelajaran tentang bencana banjir besar:

Jika umat manusia ingin menikmati kehidupan yang bahagia, harus mengutamakan moralitas, jika tidak, hukum langit tidak akan menoleransi. [Teo Ai Ping / Jakarta] Sumber: Epochtimes

Bersambung .....

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA