Zhang Han sendiri merupakan jenderal perang yang berpengalaman, dibantu seorang jenderal bawahannya Su Jiao yang gagah berani serta jendral Wang Li yang cerdik, ditambah pasukan yang tangguh dan memiliki persediaan pangan melimpah. Sehingga para raja negara bagian berdatangan menyelamatkan Negara Zhao dengan membentuk belasan kamp, tapi tak seorang pun berani tampil menantang duel pasukan Qin.
Pada saat itu, Xiang Yu (dibaca: Siang Yu), pemimpin Negara Chu, berani tampil ke depan bersama pasukannya. Ia bertekad melintasi Huang He (Sungai Kuning) dengan semboyan "menang atau mati, dalam pertarungan penentuan ini". Maka setelah melintasi sungai, semua kapal ditenggelamkan, semua peralatan kemah untuk kamp dibakar, hanya berbekal makanan kering selama 3 hari saja, menyerbulah mereka ke arah pasukan Qin.
Jenderal Xiang Yu mengenakan jubah perang merah, menunggang kuda hitam loreng kebanggaannya, bersenjatakan tombak panjang berkapak dan memimpin di depan menerjang segenap rintangan, barisan musuh yang menghadang hancur kocar-kacir.
Walaupun pasukan Qin berjumlah 300 ribu prajurit, sedangkan pasukan Chu hanya 70 ribu orang, tapi dengan perlengkapan canggih, pasukan Qin yang sangat berpengalaman itu sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa musuh yang dihadapi begitu gagah berani dan kekuatannya begitu dahsyat. Pasukan Qin yang berseragam hitam dengan cepat disegmentasi, dikepung kemudian dibasmi oleh pasukan Chu yang berjubah merah.
Menyaksikan pertempuran yang begitu sengit, pasukan kerajaan lain yang hanya menjadi penonton di lokasi ketinggian, semuanya tercengang dan menahan napas saking tegangnya. Jenderal Su Jiao yang belum pernah menderita kekalahan dalam berperang, seluruh pasukannya dimusnahkan sepenuhnya dan ia sendiri juga tewas.
Selanjutnya Jenderal Xiang Yu memerintahkan pasukannya setelah makan kenyang segera melanjutkan penyerbuan. Pasukan Chu maju terus tanpa henti dan melalui 9 kali pertempuran, meraih 9 kali kemenangan, akhirnya Jenderal Wang Li tertangkap hidup, sedangkan pimpinan tertinggi pasukan Qin yakni Jenderal Zhang Han melarikan diri di tengah kekalahan besar tersebut.
Setelah itu Jenderal Xiang Yu memanggil seluruh raja tersebut dan tak seorang pun dari mereka berani menengadahkan kepala menatap Jenderal Xiang Yu, karena semua merangkak masuk lalu bersujud dan memuji Jenderal Xiang Yu sebagai, "Jenderal yang luar biasa perkasa, tiada duanya sejak zaman kuno hingga kini. Kami semua rela di bawah kepemimpinan Anda."
Selanjutnya pasukan para raja itu berpencar terbagi beberapa jalur melakukan penyerbuan, dan dengan cepat Negara Qin dapat dimusnahkan.
Pasca kejadian Hong Men Yan (perjamuan di lokasi Hong Men, dimana sebetulnya Xiang Yu kala itu sesuai pengaturan ahli siasatnya berpeluang menghabisi rival terkuatnya yakni Liu Bang, tetapi gagal lantaran terlalu percaya diri). Xiang Yu memproklamirkan diri sebagai Maha Raja Negara Chu Barat dan menobatkan 18 orang raja / jenderal (termasuk Liu Bang) dengan gelar raja, adapun keperkasaannya pada waktu itu tak seorang pun berani menandinginya.
Siapa nyana sejarah telah mengubah secara dratis. Liu Bang, Raja Han yang diangkatnya dan ditempatkan di wilayah Provinsi Sichuan, setelah diperkuat oleh ahli militer Han Xin, mula-mula membantu Liu Bang menaklukkan 3 Qin (3 raja dari bekas jenderal Dinasti Qin yang menyerah); kemudian menangkap raja Negara Wei dan raja Negara Zhao; di utara menaklukkan Negara Yan,di timur menaklukkan Negara Qi; selanjutnya mengalahkan 200 ribu pasukan Negara Chu dan berhasil membunuh jenderal terkenal Long Qie.
Terakhir dengan siasat Front Pemutus Peluang berhasil melakukan pengepungan dan menewaskan 100.000 pasukan Chu. Maharaja Xiang Yu berkali-kali berupaya menerobos kepungan pasukan Han namun tidak berhasil.
Pada tengah malam, Xiang Yu mendengar disekelilingnya suara pasukan Han menyanyikan lagu daerah Chu asal-usul Xiang Yu dan pasukannya (suatu siasat perang urat saraf, kalamana pasukan Chu saat itu terdesak hebat dan telah lama meninggalkan kampung halamannya untuk berperang, semangatnya semakin runtuh setelah mendengarkan lagu-lagu daerah asalnya), ia sangat terkejut dan berkata: "Apakah pasukan Han telah menduduki seluruh wilayah Chu?"
Pada saat itu Yu Ji, seorang perempuan cantik pada zamannya yang setia mendampingi sang suami bertempur kemana-mana, menyuguhkan secawan arak kepada Xiang Yu yang la
ngsung saja ditenggak habis. Sambil menatap langit Xiang Yu bergumam dan berpantun: "Keperkasaan dan kharismaku dapat mengangkat gunung dan menaklukkan dunia, namun tatkala kejayaanku telah berlalu dan kuda lorengku mogok berlari, kuda tidak mau berlari lagi apa yang dapat kuperbuat, Yu Ji oh Yu Ji, sebaiknya bagaimana?"
Yuji menimpalinya dengan berpantun:
"Pasukan Han telah merebut Negara kita, suara nyanyian (lagu daerah) Chu ada dimana-mana, kharisma Maharaja telah pupus, bagaimana hamba dapat bertahan hidup." Tak lama setelah itu Yu Ji mencabut pedang dan mengakhiri hidupnya dengan menggorok lehernya sendiri.
Keesokan pagi harinya, Xiang Yu memimpin sisa 800 prajurit terakhir yang masih setia mengikutinya menjebol berlapis-lapis kepungan musuh, tibalah mereka di tepi Wu Jiang (Sungai Wu). Di hadapan sungai yang bergelombang, kepala penjaga sungai berkata kepada Xing Yu: "Di timur sungai masih terbentang wilayah luas dengan penduduk ratusan ribu orang, cukup untuk mendirikan sebuah kerajaan. Mohon Maharaja cepat-cepat menyeberang."
Xiang Yu menatap gumpalan debu pasukan Han yang datang mengejar, dengan senyum pahit ia berkata: "Kala itu aku memimpin 8.000 prajurit dari penduduk timur-sungai sana menyebrang menaklukkan wilayah barat-sungai, namun kini tak seorangpun yang kembali. Aku tak punya muka menemui para tetua di timur-sungai!"
Kemudian ia menyerahkan kuda lorengnya itu kepada kepala penjaga sungai, lalu berjalan kaki menyambut serbuan pasukan Han dan setelah Xiang Yu dengan segenap daya upaya menewaskan ratusan musuh, akhirnya iapun tewas dengan bunuh diri.
Demikianlah akhir hayat sang Maha Raja Negara Chu Barat. Ketika Xiang Yu ditengah kesuksesan dan membagi-bagi kekuasaannya dengan mengangkat para raja, ia mungkin sama sekali tidak mengira, ia bukanlah orang yang dipilih Langit menjadi kaisar. Biarpun Kaisar Pertama Dinasti Qin yang berkemampuan besar dan mempunyai strategi ulung, maupun Xiang Yu yang memiliki kesaktian hebat, bagaimanapun kekuatan manusia ada batasnya di hadapan sang Pencipta. Setelah Xiang Yu dengan kerajaan Chu Barat-nya runtuh, digantikan dengan era Liu Bang.
Marilah kita memutar balik waktu ke masa 800 tahunan sebelumnya di tepi Sungai Wu dan menelusuri hingga ke pesisir Sungai Wei pada masa akhir Dinasti Shang (Dinasti Shang: 1600 SM – 1046 SM). Raja Zhou Wenwang (yang setelah berakhirnya Dinasti Shang mendirikan Dinasti Zhou) telah mengundang murid Yuanshi Tianzun (guru leluhur aliran Tao) bernama Jiang Ziya yang diangkatnya sebagai guru.
Jiang Ziya berambut putih inilah yang telah menulis secara sistematis prediksi pertama dalam sejarah Tiongkok - "Pujian Jutaan Tahun Alam Semesta", telah meramalkan beberapa ribu tahun pergantian dinasti dari zaman Zhou. Tentang sejarah dari Dinasti Zhou hingga Dinasti Han, Jiang Ziya menulis puisi dengan aksara teka-teki / tersembunyi yang setelah kejadian dapat dipecahkan sebagai berikut:
"Dan kini Dinasti Zhou berkuasa. Akan berjaya selama 800 kali musim gugur (800 tahun). Seorang saudagar bernama Lu Buwei diam-diam menyelinapkan anaknya merebut kekuasaan Kerajaan Qin.
Demikianlah seluruh Tiongkok telah bersatu di bawah kekuasaan Dinasti Qin. Dinasti Qin tidak bertahan lama, tidak sampai 20 tahun lamanya. Selanjutnya seorang bermarga Liu (Liu Bang) mulai tahun 206 SM diangkat menjadi Raja Dinasti Han." [Teo Ai Ping / Jakarta]