Digedung-gedung pemerintah dinaikkan lampion-lampion besar-besar berwarna merah. Restoran restoran dan warung-warung teh dipasang lampion-lampion sebagai pajangan dan penerangan bagai tamu-tamunya. Lampion adalah lampu tradisonil, jaman dahulu yang khusus Tiongkok dan dibuat oleh orang-orang Tionghoa.
Pesta lampion atau Deng-Jie, juga dinamakan Yuan Xiao Jie adalah pesta Cap Go Meh (pesta malam hari ke limabelas pada bulan pertama dari tahun baru Imlek). Rumah rumah dihias dengan berbagai lampion yang bagus bagus dan kadang kadang saling "bersaing" keindahannya. Toko-toko menggantung lampion yang disesuaikan dengan barang daganganya. Toko ikan membuat lampion dari ikan, toko kain membuat lampion dari kain sutra yang indah warnanya, penjual ayam memasang lampion ayam etc. Orang semua keluar dijalanan dengan membawa lampion untuk melihat keramaian dan pemandangan kota-kota dalam suasana keramaian dan riang gembira.
Karena orang Tionghoa menganggap warna merah adalah warna gembira, maka lampion biasanya berwarna merah. Lampion juga di Tiongkok dipakai sebagai tanda identifikasi atau tanda-tanda yang penting lainnya. Dijaman kuno di Tiongkok seorang pedagang biasanya bepergian selama berbulan-bulan untuk kulahan atau menjual dagangannya. Kalau sihartawan pulang rumah, dirumahnya diangkat lampion merah tinggi-tingi untuk memberi kabar gembira bahwa Tuan rumah sudah datang.
Dibawah ini aku berikan dua cerita untuk menjelaskan pemakaian lampion :
YUAN XIAO FESTIVAL
Itu waktu musim winter, pemandangan alam putih karena penuh dengan salju dimana-mana, pohon-pohon gundul tanpa daun. Hari sangat cerah dan matahari menerangi bumi kebun istana. Dongfang Shuo, seorang menteri jaman Han dinasti, periode kaisar Wudi sedang berjalan-jalan di kebun istana.
Bunga Mei-hua (bunga Bwee) sedang mekar-mekarnya. Dongfang Shuo ketarik dan memetik bunga yang pada musim dingin waktu memuncak keindahannya. Dalam pikirannya dalam lingkungan yang gundul ini beliaulah orangnya yang sedang menghargai dan menikmati kecantikan bunga Mei-hua ini.
Tidak terduga beliau mendengar suara wanita yang menangis dan akan membunuh diri akan menerjun kedalam sumur. Sumur di Tiongkok biasanya sangat sempit kalau masuk tidak bisa membalik diri lagi.
Maka Dongfang Shuo cepat cepat menolongnya dan menanyakan mengapa dia sampai begitu sempit pikirannya mau bunuh diri. Wanita itu menangis dan berkata: "Aku ini bernama Yuan Xiao dan tinggal di ibu kota Chang-An. Sejak aku dibawah keistana beberapa tahun yang lalu, saya tidak diperkenankan pulang, juga pada Tahun baru Imlek."
Saya sangat kangen pada ayah dan ibuku serta sudara-saudaraku. Terutama pada waktu musim dingin hatiku sangat sedih ingin bertemu pada orangtuaku. Karena tidak ada jalan keluar untuk meringankan kesedihanku, maka aku akan mengachiri hidupku dengan menerjun kedalam sumur.
« Lalu Yuan Xiao melanjutkan omongannya : Bapak Dongfang, kau seorang yang berbudi dan tidak berpihak, semua wanita di istana respek padamu. Tolonglah aku untuk keluar dari istana ini.
» Dongfang Shuo berkata : "Percayalah padaku, jagalah baik-baik badanmu, saya nanti berusaha mencari jalan untuk menyelesaikan persoalanmu." Meskipun hujan salju yang hebat Dongfang Shuo toh pergi kerumahnya Yuan Xiao dan membicarakan dengan orangtua Yuan Xiao akal yang dia akan kerjakan.
Dongfang Shuo lalu berjalan di jalanan ibu kota Chang-An menyamar sebagai seorang ahli nujum. Pada orang orang di jalanan beliau mengatakan bahwa pada bulan pertama, hari kelima belas ada seorang wanita berpakean merah duduk diatas keledai akan masuk ke Chang An dan membakar ibu kota.
Mereka dengar nasib yang jelek yang akan terjadi, lalu minta tolong pada ahli nujum bagaimana caranya untuk menghindari pembakaran ini ? Beliau berkata: "Orang-orang, terutama kaum senior harus keluar pada hari itu dijalanan utara-barat dari ibu kota dan meminta pada wanita itu untuk menolongnya jangan membakar ibu kota.
Dengan demikian ibu kota kita bisa tertolong dari api. Orang-orang senior pada waktu itu berduyun-duyun keluar dan memang mereka melihat seorang wanita berpakean merah mengendarai keledai sedang mendatangi mereka.
Mereka bersoja (memberi hormat secara tradisionil) dan membungkukkan badannya minta agar kotanya jangan sampai dibakar habis. Wanita itu berkata : "Aku kesini atas perintah Yu Wang (Yu ialah batu Jade, Yu-Wang adalah kaisar di langit dan berarti Tuhan. Wang berarti kaisar atau raja). Kalau Yu Wang tidak melihat api maka aku akan dihukum, maka berikan surat ini pada kaisarmu. Berapa orang-orang senior menemui Dongfang Shuo dan memberikan surat dari wanita berbaju merah itu padanya.
Dengan surat itu Dongfang Shuo menemui raja dan mengatakan pada raja bahwa dia mendapatkan surat dari rakyat ibu kota dan silahkan Paduka melihatnya. Kata raja:"aiyah, cilaka, kota ini akan dibakar atas perintah Yu Wang, apa usulmumu Donfang Shuo ?" Beliau berpikir sebentar lalu berkata pada kaisar: "Karena surat-surat ini diberikan pada orang-orang senior, maka mestinya ini betul-betul akan terjadi." Lalu raja berkata: "Tuan Dongfang carilah peneyelesdaiinya."
Dongfang Shuo berpikir lalu berkata:" saya pikir perintahlah Anda kepada semua rakyat untuk memasang lampion merah didepan rumahnya masing-masing dan silahkan rakyat berjalan-jalan dengan lampion dan membakar mercon. Juga suruhlah anggota-anggota istana keluar istana dengan membawah lampion agar kota menjadi terang seolah-olah dibakar. Pula aku dengar bahwa Yu-Wang suka makan YuanXiao (ronde, makanan bulat-bulat dibuat dari tepung ketan, dalamnya diisi dengan pasta kacang, atau wijen etc). Kita harus membuat ronde untuk menghormat dan memberikan pada Yu Wang makan."
Dongfang Xiao lalu meneruskan: "aku dengar bahwa di istana ada seorang wanita bernama Yuan Xiao yang pandai membuat ronde, silahkan dia yang membuatnya." Raja lalu berkata: "tuan Dongfang, urusan ini aku serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan anda." Pada hari itu Yuan Xiao beramai-ramai dengan anggota-angota istana keluar dan kesempatan ini digunakan olehnya untuk pulang kerumahnya.
Orang tua Yuan Xiao gembira bisa saling berkunpul lagi dengan putrinya. Mereka berterima kasih kepada bapak Dongfang Shuo atas budi den kebijaksanaannya menolong anaknya. Sedari itu rakyat merayahkan hari capgomeh dengan memakan ronde dan festival itu dinamakan Yuan-Xiao Jie atau Deng Jie (festival lampion). Anggota anggota istana diperbolehkan keluar dan berkumpul bersatu dengan rakyat ramai. Karena perayaan YuanXiao atau peryaan lampion keluarga Yuan Xiao telah direunikan!
SEJARAH PEMIMPIN PEMBERONTAK LI ZICHENG PADA AKHIR DINASTI MING.
Ini ada sebuah sejarah revolusi pada achir dinasti Ming yang dipimpin oleh Li Zi –Cheng. Li Zi-Cheng sewaktu akan mengambil ibu kota Kaifeng, beliau berunding dengan jendral-jendralnya dan mengatakan: "kita harus mengambil kota Kai-Feng untuk menambah persediaan makanan bagai tentara kita. Kai-Feng adalah satu kota besar dan banyak penduduknya.
Kita harus berusaha jangan sampai banyak rakyat yang meninggal dalam peperangan ini. "Dia meneruskan perkataannya: "aku akan masuk kekota dan melihat situasi dan berusaha baik-baik menghindari pengorbanan yang berkelebihan dan tidak diperlukan. "Li Zi-Cheng lalu menyamar sebagai orang jual beras dan masuk ke kota Kai-Feng.
Li Zi-Cheng dengar dikota ada rakyat yang pro dan ada yang konta pada revolusi yang dipimpinnya. Pada waktu dia berhenti disebuah warung teh, beliau dengar orang-orang berkumpul yang mengatakan: "aku dengar Li Zi-Cheng adalah pemimpin pemberontak yang baik budi, beliau membelah kepentingan rakyat miskin."
Zhi-Cheng dengar percakapan mereka lalu mencobah menghubungi mereka dan sala satu orang itu bertanya padanya: Tuan, aku lihat anda bukan orang dari kota ini, kenalkah anda atau pernahkah anda dengar tentang Li Zi-Cheng, kepala pemberontak ?"
Zi-Cheng mengerti bahwa pemerintah telah memberikan kabar-kabar yang jelek padanya dan revolusi yang dia pimpin. Dia berkata: "yah aku dengar dan bahkan aku pernah ketemu dengan beliau, beliau adalah seorang yang biasa seperti kita-kita ini. Kalau beliau datang, beliau tidak minta pajak pada rakyat miskin, bahkan memberi makanan pada orang yang miskin." Salah satu diantara mereka mengatakan : "kalau begitu kita harus menerima kedatangan beliau dan tentaranya. "Mereka lalu berunding bagaimana caranya agar mereka dapat menghindari jangan sampai sala dibunuh oleh tentara Li Zi-Cheng.
Li Zi-Cheng mengatakan: "saya mempunyai akal, setiap rumah orang yang baik dan mendukung revolusi harus memasang sebuah lampion merah kecil diatas rumahnya. Nanti saya memberi kabar, berupa surat pada Li Zi-Cheng tentang akal ini. Tetapi awas jangan memberi tahu pada orang-orang pemerintah dan orang orang hartawan, karena yang belakangan ini adalah pendukung pemerintah Ming."
Li Zi-Cheng kembali ke perkemahan tentaranya dan bebicara apa yang telah beliau kerjakan di kota Kai-Feng. Pada waktu tentara pemberontak menyerbu Kai-Feng, tentara Ming membuka pintu air untuk menghanyutkan tentara pemberontak. Rakyat yang dalam kebingungan dan lari karena banjir tidak lupa membawa Lampion merahnya. Tentara Li Zi-Cheng dapat membedahkan siapa teman dan siapa lawan. Mengingat Li Zi-Cheng menyelamatkan rakyat kecil, maka rakyat Tiongkok biasa menggantung atau mengangkat lampion merah pada hari-hari yang mengembirakan untuk mengharapkan keadaan yang baik. [Louis Koh / Beijing]
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com