IPTEK | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 24 Januari 2013

TARI KIPAS ZAMAN KUNO DAN KINI

Dalam beberapa Museum of Art (seni), sering terpajang lukisan besar cat minyak istana yang menggambarkan seorang wanita kerajaan, dengan kipas halus ditangannya, menatap dengan anggun dan bermartabat. Suasana penggambaran yang hening dan tenang, dengan berlalunya waktu dan tanpa kata-kata, membekukan momen sejarah, kehidupan yang mulia dan elegan.

Dari sejumlah dekorasi yang canggih dan cantik, kipas sering diabaikan, tetapi bentuk unik yang dimiliki oleh sebuah kipas, kadang-kadang disaat perasaan sekejap, dapat menimbulkan riak lembut di dalam hati, membawa sentuhan bagi yang melihatnya.

Dalam kebudayaan tradisional Tiongkok, juga ada banyak legenda tentang kipas. Pada masa Kaisar Yao (abad ke-23 SM), Yao mendidik dan menuntun rakyatnya dengan moralitas dan ia pun dikagumi semua orang. Maka, terharu oleh kebijakan dan kebajikan Yao, sang Pencipta seringkali menurunkan keberuntungan, bahkan di dapur rakyat jelata, akan bermunculan tumbuhan Keberuntungan (dinamakan Sha Fu), ketika ia digoyang angin, selain dapat mengusir makhluk jahat dan serangga, juga dapat menyimpan makanan agar tetap segar dan tidak akan membusuk.

Demikianlah catatan legenda mengenai kipas Sha Fu. Pasca Kaisar Yao, Kaisar Shun (2277 SM - 2178 SM) menciptakan Kipas Wu Ming (Lima Kebijaksanaan). "Lima" mewakili 5 mata angin: Timur, Barat, Selatan, Utara dan Tengah. "Ming", artinya kebijaksanaan dan bermakna: menyebar-luaskan kebijaksanaan. Kaisar Shun sewaktu inspeksi ke berbagai daerah, merekrut para arif bijaksana untuk membantu dirinya.

Dari kisah Sam Kok (Tiga Kerajaan), Zhuge Liang (181-234), perdana menteri Negara Shu sering dideskripsikan mengenakan jubah kain blacu dan topi kain sutra berwarna hijau, sementara tangannya menggerak-gerakkan kipas bulu angsanya dan duduk tegak di atas kereta empat roda, serta dalam menghadapi bala tentara dari tiga jurusan masih tetap tenang.

Berkipas-kipas seolah telah menjadi ciri khas Zhuge Liang. Dikatakan, Zhuge Liang mulanya berasal dari bintang Wen Qu (bintang Megrez, di zaman Tiongkok kuno bintang ini disimbolkan mewakili pejabat sipil penting dengan wawasan luas). Kaisar Langit menginginkan ia turun ke bumi dan membantu Liu Bei, Raja Shu, yang lemah, untuk menentramkan dunia.

Namun, karena pasukan Cao Cao (penguasa dari Negara Wei, rival Liu Bei) teramat kuat, Kaisar Langit khawatir Liu Bei tidak mampu menandingi Cao Cao, maka Ibu Suri dari Barat (dikenal dalam mitologi Tiongkok kuno sebagai Dewi yang mengatur Surga bagian Barat dan juga dikenal sebagai Ratu para Dewi yang menjaga dan mengatur para dewi) muncul ide untuk mencabut bulu putih dari tubuh Angsa khayangan dan dijadikan kipas untuk diberikan kepada Zhuge Liang, dengan tujuan senantiasa mengingatkan Zhu Geliang. Burung angsa paling waspada, ada ilalang sedikit bergerak tertiup angin sudah lantas waspada. Dengan kipas tersebut di tangan, selalu dapat diingatkan harus berhati-hati setiap saat.

Pakar kaligrafi Wang Xizhi (dengan julukan Dewa Kaligrafi) dari Dinasti Jin (dibaca: cin, 265-420), pada suatu hari melihat seorang wanita tua menjual kipas bambu heksagonal (segi enam), meski dia berdiri menjajakan dagangannya tapi sekian lama tetap saja tidak laku. Muncul rasa iba Wang Xizhi, maka ia menorehkan lima aksara pada masing-masing kipas dan berkata pada perempuan tua itu: "Anda katakan saja ini tulisan Wang Xizhi, maka bisa dijual dengan harga tinggi." Wanita tua melakukan apa yang ia katakan dan benar saja semua orang berlomba-lomba membeli kipas heksagonal tersebut. Dengan demikian, sejarah telah meninggalkan anekdot indah Wang Xizhi menulis di kipas heksagonal.

Legenda dan anekdot tentang kipas masih ada banyak sekali, kipas yang sepertinya tidak penting, begitu dibuka, tampak memendam banyak hal indah dari dunia Timur maupun Barat dan membawa sepotong demi sepotong cerita yang menyentuh hati. Baik itu kipas yang diwujudkan oleh lukisan kalangan istana Barat ataupun sajak kipas dari kebudayaan Timur. Benda berasal dari khayangan dan kini terdampar di bumi itu, sepertinya adalah demi manusia terus-menerus mengingat sajak surgawi dan ia turun ke bumi mendampingi manusia di dunia generasi demi generasi, termasuk kaum bangsawan, juga termasuk penduduk pada umumnya.

Ketika ingatan manusia secara perlahan telah tersegel oleh keduniawian yang bergelora, ketika ia secara bertahap telah memudar, dalam pertunjukan Shen Yun, kipas ditangan para penari, diekspresikan secara luar biasa dan mewujudkan kembali kenangan indah bawaan. Kipas di dalam genggaman penari Shen Yun, dapat menjelma menjadi bunga prem mekar, daun teratai, juga dapat menjadi awan putih di angkasa, atau gelombang laut yang indah nan biru, juga dapat menembus ruang dan waktu, berubah menjadi senjata di tangan pengawal kerajaan Dinasti Qing (dibaca: ching)

...... Elegan nan perkasa, gerak tari yang buka-tutup silih berganti, mengembangkan keindahan tiada tara, mengembangkan kekuatan tari dengan maksimal. Kipas yang terbuka dan kemudian menutup, juga sepertinya sedang membuka lapisan kerajaan surga, dan juga tampaknya sedang menutup lapisan demi lapisan benda usang dan kegalauan.

Dalam pertunjukan Shen Yun masa lalu, penampilan biarawan kelana Jigong (dibaca: ci kung, 1133-1209), meskipun kipas miliknya lusuh, tetapi lantaran Jigong bertapa menempa kebaikan demi penyelamatan umat manusia, kipas yang tampaknya kumal ternyata memilik kuasa gaib yang ampuh, Jigong melihat tingkah laku para pemuda yang tak terpuji, cukup mengipasnya dengan lembut, orang-orang jahat itupun dapat ditundukkan.

Menelusuri aspek sejarah kebudayaan kuno dan modern, makna kipas, selain merupakan sajak yang indah, juga merupakan momentum ketika sajak indah tersebut mulai ditampilkan dan dikembangkan, dapat menghentikan dan mencegah timbulnya niat buruk.

Tarian kipas zaman dulu dan sekarang, berkumandang ke segenap penjuru. Di saat kejahatan mengguncang bagai gelombang liar, tersebar-luasnya irama kebajikan dapat menghadang ekspansi kejahatan, tari kebajikan mengipas bebas dan meluas serta menyapu bersih debu dunia dan menampilkan kecemerlangan. [Susanti Lim / Pontianak]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA