Bagaikan Kesetanan Tentara Jepang membantai tentara dan rakyat, memperkosa perempuan dan membakar rumah
Menurut catatan harian Iinuma Mamoru kepala staf militer Jepang yang ditempatkan di Shanghai: "Laporan dari Matsuda, staf AL Jepang mengatakan, tanggal 13, pasukan tempur ke-11 Jepang tiba di hilir Sungai Yangtse Nanking, menumpas sekitar sepuluh ribuan tentara musuh yang melarikan diri dengan menaiki rakit."
Di dalam buku harian Sasaki Itaru ichi komandan brigade ke-30 dari divisi ke-16 Kengo Nakajima mencatat: "Hari ini mayat-mayat tentara musuh yang tergeletak di medan tempur pasukan kami berjumlah lebih dari sepuluh ribu orang, selain itu ditambah lagi dengan yang dibasmi oleh kendaraan lapis baja di atas sungai, serta tawanan dari berbagai pasukan detasemen kami telah melumpuhkan dua puluh ribu lebih tentara musuh."
Tentara Jepang selain membantai tentara prajurit Tiongkok yang sudah melucuti senjatanya, mereka juga melakukan pembantaian secara massal berkali-kali terhadap pemuda Tiongkok usia wajib militer serta anak-anak muda yang mereka anggap pernah aktif melawan Jepang. Setelah Perang Dunia II usai, pengadilan militer Nanking telah membuktikan 28 kasus pembantaian massal yang merenggut nyawa korban sebanyak 190 ribu jiwa ketika tentara Jepang menduduki Nanking.
Tentara Jepang juga membantai rakyat jelata Tiongkok secara sporadis, sebagian tentara Jepang bahkan dengan membantai sekian banyak rakyat jelata dianggap sebagai hiburan. 13 Desember 1937, Tōkyōnichinichishinbun (siaran berita harian) memberitakan ada dua perwira Jepang berpangkat letnan dua dari divisi ke-16 Nakajima bernama Mukai Toshiaki dan Takeshi Noda yang disemangati oleh atasan mereka, bersaing melakukan "kompetisi membunuh orang", mereka sepakat selama menduduki dan menguasai Nanking, barang siapa yang lebih dulu genap membunuh 100 orang dialah sebagai pemenangnya. Mereka membunuh dari daerah Ju Rong sampai ke Tang Shan, Mukai Toshiaki telah membunuh 89 orang dan Takeshi Noda telah membunuh 78 orang, karena masih belum memenuhi jumlah 100 orang, maka "kompetisi" mereka dilanjutkan.
Tanggal 10 Desember sore, dua orang letnan tersebut bertemu di bawah Gunung Zi Jin, pedang samurai mereka masing-masing sampai penuh dengan cuil. Takeshi Noda mengatakan telah membunuh 105 orang, Mukai Toshiaki mengatakan telah membunuh 106 orang. Karena tidak bisa memastikan siapa yang lebih dulu mencapai angka 100, maka mereka memutuskan bahwa pertandingan itu berakhir seri, dan mengulangi pertandingan dengan jumlah pembunuhan ditingkatkan menjadi 150 orang Tiongkok.
Kebrutalan seperti ini selalu dimuat berserial di koran dan disertai dengan foto, disebut sebagai "pahlawan dari angkatan darat kekaisaran". Setelah Jepang menyerah, dua orang penjahat perang yang telah berturut-turut membantai tawanan dan rakyat jelata secara brutal tersebut dituntut dengan dakwaan sebagai "penjahat kemanusiaan dan musuh bersama peradaban" dan dieksekusi tembak mati di Nanking.
Menurut data yang tidak lengkap, setelah tentara invasi Jepang menduduki dan menguasai Nanking dalam tempo 1-2 bulan, terdapat sekitar 20 - 80 ribu perempuan Tiongkok yang telah diperkosa oleh tentara Jepang. Tentara Jepang tidak membedakan siang dan malam memperkosa perempuan di hadapan keluarga mereka, bahkan termasuk anak-anak yang masih berusia 12 tahun dan perempuan tua berusia 60 tahun, bahkan perempuan hamil juga tidak diampuni.
Banyak sekali perempuan yang diperkosa secara bergilir, ada sebagian perempuan yang diperkosa berkali-kali oleh tentara Jepang, ada banyak perempuan yang tewas karena tidak tahan dengan siksaan tentara Jepang. Penderita jika mencoba melindungi sanak keluarganya atau sedikit melawan, acapkali dibunuh tentara Jepang, dalam banyak kasus anak yang berada di samping ibunya menangis dan ribut juga dibunuh oleh tentara Jepang. Selain itu, tentara Jepang juga memaksa korban melakukan hal-hal asusila, jika tidak dituruti juga akan dibunuh. Pembunuhan dan pemerkosaan massal yang dilakukan oleh tentara invasi Jepang hingga Februari 1938 baru mereda.
Pastur John Magee mencatat dengan detil sebuah insiden tragis tipikal pemerkosaan yang menewaskan nyaris seluruh anggota keluarga. Tanggal 13 Desember, 30 orang tentara Jepang menerobos masuk ke dalam rumah Xia Shuqin dan pemilik rumah yang beralamat di Jalan Dong Men no. 5, mereka lebih dulu membunuh pemilik rumah suami istri dan ayah Xia Shuqin dan dengan menggunakan bayonet menusuk mati bayi satu tahun yang berada dalam pelukan ibu Xia Shuqin, setelah itu tentara-tentara Jepang itu memperkosa ibu dan dua orang kakak perempuan Xia Shuqin yang masih berusia 14 dan 16 tahun di dalam kamar, kakek dan nenek Xia tewas terbunuh ketika mereka berusaha melindungi cucu-cucu mereka.
Setelah itu tentara Jepang tersebut membunuh ibu dan dua anak perempuannya yang telah mereka perkosa bergilir, serta menancapkan botol dan tongkat kayu pada bagian vagina mereka. Ketika itu Xia Shuqin berusia 7 tahun dan seorang adik perempuannya yang masih berusia 4 tahun luka tertusuk bayonet, karena mereka pingsan beruntung bisa selamat dari tragedi tragis tersebut. Terakhir, tentara Jepang itu membunuh dua anak pemilik rumah, yang satu masih berusia 4 tahun ditusuk mati sedangkan anak lainnya masih berusia dua tahun kepalanya pecah dibelah dengan pedang samurai.
Setelah Nanking jatuh dan diduduki oleh musuh dalam kurun waktu 6 minggu, tentara Jepang hampir memasuki seluruh bangunan yang berada di dalam Kota Nanking. Menurut pendataan, sebanyak 23.8% bangunan di dalam dan luar tembok Kota Nanking yang dibakar, 63.0% bangunan isinya dirampok, bangunan yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai macam alasan sebanyak 88.5%, kerusakan tersebut hampir seluruhnya terjadi setelah tentara invasi Jepang menduduki Nanking. Daerah Fu Zimiao adalah pusat perdagangan yang paling utama di Kota Nanking saat itu, hampir seluruhnya terbakar habis, ada sepertiga bangunan di pusat Kota Nanking yang hangus terbakar.
Benda-benda budaya Tiongkok yang amat berharga juga mengalami perampokan besar-besaran, menurut pendataan, Kota Nanking (yang pada masa itu merupakan ibu kota Republik Tiongkok di bawah pemerintahan Partai Nasionalis) telah kehilangan benda-benda kuno sebanyak 26.584 buah, antara lain benda-benda berharga seperti benda-benda perunggu dan giok zaman Dinasti Shang (berusia lebih dari 2.500 tahun), 7.720 buah lukisan serta buku-buku sejumlah 45.979 jilid. [Linda Lim / Denpasar]