IPTEK | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 03 Desember 2012

SUN WU DAN STRATEGI PERANG SUN TSU (2)

Dalam edisi lalu, diceritakan Raja Wu ingin menguji kemampuan strategi perang Sun Wu (dikenal juga sebagai Sun Tsu, ejaan pinyin: Sun Zi, dibaca: Suen Ce), dengan mengumpulkan 100 dayang-dayang cantik istana untuk dilatih menjadi pasukan tempur.

Setelah selesai mengatur tugas masing-masing, Sun Wu berdiri di atas panggung komando, dengan serius menjelaskan hal-hal pokok dalam latihan militer. Ia bertanya: "Sudahkah kalian mengetahui depan-dada, belakang-punggung dan tangan kanan-kiri Anda sendiri? Ke depan, artinya mata memandang lurus ke depan; Hadap kiri, melihat ke arah tangan kiri; Hadap kanan, melihat ke arah tangan kanan; Hadap belakang, melihat belakang punggung. Semua gerakan, diaba-abai oleh suara genderang. Apakah kalian sudah mengerti?"

Para dayang menjawab: "Sudah mengerti!" Setelah semuanya sudah siap, Sun Wu lalu menabuh genderang memberikan aba-aba, namun walaupun Sun Wu sudah berkali-kali memerintah, dan jawaban setuju keluar dari mulut para dayang, karena mereka merasakan latihan itu sesuatu yang baru dan menyenangkan, maka mereka tidak mendengarkan perintah aba-aba malahan tertawa terbahak-bahak dan bentuk barisan pun menjadi kacau balau.

Sun Wu lalu memanggil pejabat militer, berdasarkan hukum militer dua orang pemimpin barisan harus dihukum penggal. Begitu Raja Wu mendengar Sun Wu akan membunuh dua selir kesayangannya, segera mengutus orang untuk memberikan perintah: "Saya sudah mengetahui panglima mahir dalam kemiliteran. Tanpa dilayani oleh kedua wanita cantik ini, saat saya makan akan terasa hambar. Mohon panglima mengampuni mereka berdua."

Tanpa sungkan sedikit pun Sun Wu menjawab: "Karena hamba dinobatkan sebagai panglima di dalam kemiliteran, perintah baginda raja boleh tidak diterima."

Sun Wu bersikukuh seketika itu juga menghukum mati kedua pemimpin barisan dan menunjuk dua orang yang berada pada barisan terdepan sebagai pemimpin barisan serta melanjutkan pelatihan militer. Ketika Sun Wu sekali lagi memukul genderang memberikan aba-aba, para dayang-dayang maju-mundur, depan-belakang, kanan-kiri, berputar balik, merangkak dan berdiri, semua gerakan dilakukan sesuai dengan aturan, formasi barisan pun sangat rapi.

Sun Wu menyuruh orang mengundang Raja Wu untuk memeriksa barisan, karena raja telah kehilangan selir kesayangannya, hatinya menjadi tidak senang, dan ia lalu menitipkan pesan dirinya tidak hadir.

Maka pergilah Sun Wu menemui langsung Raja Wu, dan mengatakan: "Mematuhi peraturan berbaris dengan penghargaan maupun hukuman yang jelas, ini merupakan metode biasa strategi militer, adalah klausul umum bagi seorang panglima. Terhadap prajurit harus berwibawa, hanya dengan demikian, mereka baru bisa menuruti perintah dan dalam bertempur bisa menanggulangi musuh dan menang dalam peperangan."

Setelah mendengarkan penjelasan dari Sun Wu, Raja Wu He Lu baru tersadarkan, kemudian ia meminta maaf dan mengakui kesalahannya kepada Sun Wu, dan akhirnya ia menobatkan Sun Wu sebagai panglima.

Di bawah pelatihan keras Sun Wu, kualitas militer pasukan Negara Wu telah meningkat secara signifikan. Tahun 512 SM - 506 SM, dengan menggunakan strategi dan taktik perang yang fleksibel, beberapa kali Sun Wu memenangkan peperangan besar melawan Negara Chu yang besar dan kuat, sehingga memaksa Raja Chu berpindah ibukota. Sejak saat itu kedudukan dan pamor Negara Chu di mata negara-negara lain, mulai merosot, Negara Wu semakin lama semakin kuat.

Setelah Raja Wu digantikan penerusnya Fu Cha, sasaran Negara Wu selanjutnya adalah Negara Yue. Sun Wu dan Wu Zixu serta Raja Wu, Fu Cha memimpin bersama-sama. Pada tahun 494 SM, mereka mengalahkan Gou Jian si Raja Yue di Gunung Hui Ji. Gou Jian terpaksa hanya bisa terhina dengan minta berdamai dengan Negara Wu.

Setelah kegiatan hegemonis Negara Wu di daerah selatan memperoleh kemenangan, ia lalu mulai mengembangkan pengaruh ke arah utara. Tahun 485 SM, Fu Cha bersekutu dengan Negara Lu mengalahkan pasukan Qi. Tiga tahun kemudian, para raja negara Wu, Jin, Lu dan negara-negara lain mengadakan aliansi. Negara Wu dengan kekuatan militernya yang kuat, berhasil mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin aliansi.

Seiring dengan kekuatan adikuasa Negara Wu yang kian hari kian menanjak, Fu Cha berangsur-angsur menjadi congkak dan tidak sudi menerima nasihat baik. Wu Zixu menasihati: "Gou Jian terpaksa berdamai, di kemudian hari ia pasti memikirkan cara untuk balas dendam, maka Gou Jian harus dilikuidasi, agar Negara Yue bisa musnah secara tuntas, mutlak tidak boleh memberi hati kepada yang jahat agar tidak meninggalkan kesusahan di kemudian hari."

Tetapi Fu Cha mendengarkan hasutan dari pejabat durna, selain tidak mendengarkan maksud baik Wu Zixu, malahan mencari-cari alasan memaksa Wu Zixu untuk bunuh diri, bahkan mayat Wu Zixu dimasukkan ke dalam kantong kulit dan dibuang ke sungai, tidak dimakamkan dengan layak.

Kepercayaan Sun Wu terhadap Fu Cha pupus sudah. Ia pun meninggalkan Negara Wu secara diam-diam dan mengasingkan diri ke dalam gunung, menjauhi dunia fana dan kembali ke alam segar. Sekali lagi Sun Wu membenamkan dirinya dalam menulis dan bercocok tanam. Berdasarkan pengalamannya sendiri dalam pelatihan tentara dan komando perang, mengedit ulang ke-13 jilid buku "Strategi Perang"nya dan memoles buku itu mendekati kesempurnaan.

Sun Wu dihormati oleh generasi penerus sebagai "Dewa Strategi Perang", "Moyang Ahli Perang" dan "Panglima Strategi Perang", selain lantaran jasa militernya yang cemerlang. Terlebih utama, ia telah mewariskan teori-teori kemiliteran dan perpolitikan yang sangat berharga bagi generasi penerus, terutama yang paling terkenal ialah "Strategi Perang Sun Tsu".

Di dunia, "Strategi Perang Sun Tsu" sudah cukup lama termasyur. Di abad ke-8 ia tersebar ke Jepang, dan pada abad ke-18 masuk ke Eropa. Sekarang buku tersebut sudah diterjemahkan ke dalam 29 bahasa dan tersebar secara meluas di dunia. [Lidya Tjhai / Pontianak] Sumber: Epochtimes

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA