IPTEK | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 26 Februari 2012

SEJARAH PERANG TIONGKOK: SI MIAN CHU GE

Negeri Chu (baca: ju) dan Han berebut hegemoni atas China, sesudah pimpinan mereka, Xiang Yu dan Liu Bang (baca: liu pang) saling bertempur di wilayah Guang Wu. Ke-dua belah pihak pada bulan kedelapan 202 SM bersepakat menjadikan Hong Gou (di wilayah Sungai Jia Lu Kabupaten Rong – Provinsi Henan) sebagai garis demarkasi, maka tercapailah: "Membagi China menjadi dua", "Membelah Hong Gou, sisi barat untuk Han, sisi timur untuk Chu" dan perjanjian untuk tidak saling menyerang.

Xiang Yu mematuhi komitmen dan pasukannya dipindahkan ke sisi timur. Zhang Liang dan Chen Ping dari pihak pasukan Han yang mengusulkan siasat agar pada kesempatan itu menyerang Chu dengan argumen: "Logistik pasukan Xiang Yu segera habis terpakai, tanda-tanda langit tentang keruntuhan Negara Chu juga sudah nampak, pasukan Han seharusnya melihat peluang ada keuntungan takdir dan waktu yang tepat kali ini untuk memusnahkan  Xiang Yu, sehingga kelak terhindar dari malapetaka pengonsolidasi kekuatan mereka."

Liu Bang menyetujui siasat Zhang Liang dan Chen Ping serta memutuskan menyergap pasukan Chu. Akan tetapi dengan hanya mengandalkan kekuatan tunggal Liu Bang rencana besar itu tak akan berhasil, itulah mengapa Liu Bang mengirim utusan menuju Qi (baca: ji) dan Wei serta bersepakat dengan jenderal andalannya yang berkuasa di kedua wilayah itu yakni: Han Xin dan Peng Yue bersama-sama menyerang Chu. 

Pada bulan ke-10, pasukan Liu Bang menyerbu hingga Yang Xia (kini Kabupaten Tai Kang), mengetahui Liu Bang melanggar komitmen, Xiang Yu memimpin 100.000 pasukan besar menggempur Liu Bang yang tak sanggup menahan gempuran itu lantas mundur ke Chen Xia (kini Kabupaten Wai Yang), kedua pasukan itu berkutat di Chen Xia.

Pada saat itu Han Xin mengirimkan pasukan keluar dari Qi menuju selatan. Sepanjang jalan tak ada yang sanggup membendungnya dan ia mengalahkan pasukan Chu di sejumlah wilayahnya sendiri hingga mengancam garis belakang (jalur logistik) pasukan Chu serta bergabung dengan pasukan Liu Bang menjepit Xiang Yu.

Pada bulan ke-11, sekali lagi Han Xin memimpin pasukan besar Qi dan Han menuju arah timur mengejar pasukan Chu. Pasukan Xiang Yu berada di bawah angin dan mundur ke Gai Xia (wilayah tenggara Kabupaten Ling Bi – Provinsi Anhui kini). 

Xiang Yu berupaya melakukan perang pamungkas di Gai Xia melawan 300.000 pasukan gabungan negeri Qi dan Han di bawah pimpinan Han Xin, padahal pihak Han Xin juga sudah mempersiapkan diri dengan baik. Jenderal Kong pada sayap kiri, Jenderal Fei pada sayap kanan dan Han Xin sendiri sebagai panglima utama pada posisi tengah.

Maka bertempurlah kedua belah pihak, dengan strategi memancing musuh menyerang masuk hingga menusuk jauh ke dalam kubu, Han Xin memerintahkan kedua Jenderal Kong dan Fei menjepit dari kiri kanan, sedangkan pasukan sentral yang dipimpin Han Xin sendiri juga berbalik menyerang, terbentuklah formasi pengepungan 3 arah terhadap pasukan Chu.

Untuk mengacaukan spirit tempur pasukan Chu, Han Xin menggunakan siasat perang psikologis. Ia menyuruh pasukan Han menyanyi dengan keras lagu-lagu kampung halaman Chu pada tengah malam. Para serdadu negeri Chu yang kelelahan dari garis depan medan laga, tiba-tiba di seputar markas mereka, dari empat penjuru terdengar nyanyian lagu-lagu Chu. Inilah peribahasa terkenal: Si Mian Chu Ge (四面楚歌 , harfiah: Si Mian = empat penjuru; Chu Ge = lagu-lagu Chu).

Nyanyian itu berkumandang sepanjang malam dan sangat memilukan hati para serdadu Chu yang mau tak mau teringat kampung halaman mereka (yang sudah ditinggalkan sekian lama karena ikut berperang).Bahkan Xiang Yu yang terkenal bersemangat menggelora juga mendadak merasa putus asa, saat itu terlantunlah syairnya yang terkenal "Xiang berpamitan dengan kekasih dan kuda kesayangan".

Yu Ji, kekasih tercinta Xiang Yu, juga menyadari bahwa kejayaan suaminya telah lewat dan ia mendesah: "Pasukan Han telah menduduki negeri, berkumandang nyanyian Chu di empat penjuru. Aura raja agungku telah sirna, selir hina ini bagaimana dapat hidup lebih lama lagi." Usai berkata, dia mengeluarkan pedang dan bunuh diri.   

Xiang Yu yang menemui jalan buntu, dengan sebilah pedang pusaka di genggamannya, menaiki kuda kesayangan (bernama Wu Zhui, kuda berwarna putih bertutul hijau dan hitam), membawa beberapa serdadu yang tersisa menembus kepungan.Tatkala sampai di tepi Sungai Wu, ia mengeluh dirinya tak punya muka lagi menemui sanak saudaranya di wilayah selatan Sungai Yangtse, maka di tepi sungai tersebut ia lalu bunuh diri.

Sejak usia 24, ia bersama pamannya Xiang Liang malang melintang di arena pertempuran besar dan kecil, senantiasa dapat mengatasi keadaan serta tak terkalahkan. Kini  cita-citanya kandas, jagoan pada zamannya itu terpaksa menghilang dari panggung sejarah dalam usia muda, 31 tahun.  

Setelah kematian Xiang Yu, berakhir sudah perebutan hegemoni antara negeri Chu dan Han yang telah berlangsung 5 tahun, dengan demikian Liu Bang mengandalkan Han Xin melakukan ekspedisi militer ke empat penjuru dengan didampingi Zhang  Liang dan Xiao He sebagai ahli strategi, telah berhasil mendirikan imperium Dinasti Han (206 SM – 25 M). Sekali lagi negeri China dapat dipersatukan kembali. [Margareth Lim / Tarakan]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: KISAH

ARTIKEL: BERITA