Sebuah kisah menceritakan bagaimana Shen Nong, sang Dewa Petani, mencoba mencicipi aneka jenis tumbuh-tumbuhan (dedaunan) dan menemukan 72 jenis racun setiap harinya. Tetapi dia bisa selamat dari semua racun tersebut dengan mengunyah daun teh.
Agar menemukan berbagai tanaman herbal untuk menyembuhkan penyakit, Shen Nong mengumpulkan berbagai herbal di pegunungan dan pedalaman, lalu mencicipi setiap tanaman herbal yang berhasil dia kumpulkan. Dengan melakukan hal ini, dia berhasil menggolong-golongkan khasiat dari setiap jenis tumbuhan.
Suatu hari, Shen Nong menelan sebuah tumbuhan beracun, dia segera merasakan lidah dan mulutnya kering. Akhirnya dia menemukan sebuah pohon besar, lantas memutuskan beristirahat sejenak dibawahnya. Ketika itu, tiupan angin sepoi-sepoi telah mengantarkan sekumpulan daun hijau gelap yang mengkilap.
Tanpa sengaja, dia memasukan daun-daun itu ke mulutnya, dan mulai mengunyah. Dia pun terkejut, dedaunan itu mengeluarkan bau yang harum, sekaligus menghasilkan air ludah, sehingga lidahnya menjadi basah kembali. Dia menjadi sangat bersemangat dan semua ketidaknyamananya pun hilang.
* Perkembangan Teh
Praktek minum teh telah berlangsung selama ribuan tahun di Tiongkok. Menurut Kisah Klasik Teh, setelah Shen Nong menemukan teh, maka berkembanglah budaya minum teh itu.
Selama masa Dinasti Zhou (1046 – 256 Sebelum Masehi), teh hanya digunakan di upacara-upacara ritual sampai tahun 771 SM. Setelah itu diantara tahun 770 SM dan 476 SM, daun teh segar digunakan sebagai sayur-sayuran untuk dikonsumsi. Setelah pecah perang pada periode Negara Bererang (470 – 221 SM), teh digunakan sebagai semacam obat.
Tak sampai 400 tahun kemudian, teh menjadi minuman dan benda berharga untuk menunjukkan rasa hormat dan keramah-tamahan pada masa Dinasti Qin dan Han.
Ketika masa Dinasti Tang (618-907 Masehi), teh pun diperkenalkan ke khayalak umum secara formal, dan perlahan-lahan berkembang dari bahan yang digunakan untuk pengobatan medis menjadi minuman umum sehari-hari. Praktek dan kebudayaan minum teh yang dilakukan oleh baik kaum bangsawan maupun khayalak umum perlahan-lahan mulai terbentuk.
Banyak kaum terpelajar yang terkenal dari Dinasti Tang dan Song mencintai budaya minum teh dan menyebutkan teh berperan besar dalam karya mereka. "Menjamu tamu dengan teh" telah menjadi kebudayaan di Tiongkok dalam menjamu para pengunjung. Kebudayaan ini menggambarkan betapa pentingnya teh dalam etika tradisional Tiongkok.
Hingga hari ini, teh masih menjadi salah satu aspek yang penting dari kebudayaan Tiongkok. [Teo Ai Ping / Jakarta]